Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2011

MAHASISWA

: Ganjar A. Sudibyo berulangkali aku jatuh cinta pada bulan yang rontok dari wajahmu yang berpaling dan jauh kunang-kunang bermain cahaya pohon hilang di dalam gaun aku jatuh cinta pada bulan yang rontok yang sesekali mengatupkan mata "mari bercinta mari membuka dada mari bersembunyi di bawah cahaya sebelum hujan matang di tubuh kita!" Jakarta, Sept 2011

Une Ile

: Kinu  kita baru saja menciptakan langit awan tersenyum melihat kita dari perut yang buncit entah kenapa tak ada mata lain selain mata kucing yang jauh di sana berkali-kali mencoba menewaskan kita dengan sepuluh cakarnya bau kerupuk dan metafor mengelabui kita dalam perahu mengayuh darisatu sampan ke sampan berikutnya sesekali kita mengeluh pada rintik dan jerami tempat kita menjatuhkan jarum jam kia bertengkar saling memaki dan baling-baling berhenti    Jakarta, Sept 2011

3 Menit Sebelum Berhenti dari Kereta

: Herpinus Simanjuntak ada yang tak ingin kita lupakan sebuah nama yang menengok dari belakangmu yang kau teriakkan berkali-kali lewat suara yang berasal dari suara dan kematian yang begitu dekat seperti musim gandum hilang sebelum cahaya s'il vous plait, mounseour! silahkan tuan! untuk kedua kalinya kita berbicara mengenai bahasa yang gaib yang lekas musnah a bientot! selamat jalan! kita memang tak mesti hidup sekarang kita mesti berjalan dulu mencari jalan pulang Jakarta, Sept 2011

KEMBANG API

seperti mimpi anak kecil yang bermain kita terus bermain dan melompat melewati pagar yang ada pada mulut kita mengajak dunia menjadi bola yang berputar mengajaknya semakin liar dan nakal dari kedua mata kita angin bergerak ke utara menggiring sepasang burung yang sedang terbakar lautan matahari menuju sepasang bukit yang terbakar pula di kaki gunung yang tidak begitu jauh kita menyaksikan awan bergerak dengan seksama sesekali kita petik beberapa buah hujan yang tumbuh di atas langit kita kumpulkan gemuruh kita jadikan suara di telinga untuk di dengar kita tak pernah bertanya kapan doa menjadi lelah kapan amin menjadi prasangka di atas tengadah setelah kita tidur kembali menghadap langit yang mulai reda Jakarta, Sept 2011

Puisi Bilingual

A Game A fish jumps from thy chest A little funny boy squirms An old woman sleeps soundly From the mouth of soaking a lizard chills loving the winter in the refrigerator living a little longer in the ice trees of lie begin to grow a fatty goat kept chewing the leaves a mother down the hill a blade attached at the hip a ran and killed sheep of a green fields a name to the poem lie to lie something that can be said to be free of fifty years ago merely be an abomination rivers flowing from the hands of from the river widens into the estuary a puzzle began to play Permainan Seekor ikan melompat-lompat dari dadamu Seorang lelaki kecil menggeliat lucu Seorang wanita tua tidur nyenyak Dari mulutnya yang kuyup seekor cicak menggigil mencintai musim dingin di kulkas bermukim sedikit lebih lama dalam kebekuan pohon-pohon kebohongan mulai tumbuh seekor kambing yang gemuk terus mengunyah daun-daunnya seorang ibu turun dari bukit sebuah pisau yang terikat di pinggul seekor domba berlari d

Suatu Ketika di Laut Lepas

i Seketika kita mesti hanyut Berenang lebih dalam di mana gelombang pesisir yang kacau Setidaknya pagi ini sampai di pantai ii   Seorang anak wanita yang terkapar Dengan wajah memar Memeluk boneka yang juga ikut hanyut bersamanya Serupa buah anggur Maka ia tersenyum sambil membayangkan Beberapa yang rontok Akan matang tepat di atas tangannya   iii Sebuah perahu dengan seorang lelaki yang baru saja menghadap ke utara Wajahnya yang terbenam matahari Diam-diam mengelupas Ia keluarkan seekor ular yang baru terbakar Sebab ia yang habis basah di air laut Merasa ingin hidup dengan insang yang lunak Dari seekor ular yang hangus itu Tumbuhlah sayap yang gagal Sebuah insang yang menyelinap tumbuh dan membesar Jakarta, Ogust 2011