Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2010

Tentangmu Avante

Avante, melewati kancing-kancing baju batik berbentuk batu aku kembali mengingat orang-orang berpakaian putih satu di antaranya adalah cahaya yang muncul dari luar jendela tersenyum di atas dahandahan seperti daun yang mengalir dari kelopak bunganya. Avante, aku mengingat suaramu tentang puisi yang musti aku terjemahkan maknanya tentang rongga yang musti aku penuhkan nafasnya tentang lalang yang musti ditebang ujungnya supaya ingatanku tentangmu Avante tetap rapat pernah saat itu Avante aku meletakkan kenangan di taman di antara kolamkolam teratai ungu : ada lagu kesukaanmu yang senantiasa kau perdengarkan di pengupingan malam. sebelum cahaya kembali tergelincir ke dalam cuacacuaca yang benama kelam dan aku belum lupa Avante kenangan kita telah begitu mengalir ke dalam kubah dan air rumah musi, '10 (mar)

Kewajiban Beriman Kepada Malaikat

Ringkasan Kewajiban Beriman Kepada Malaikat Allah Ta’ala beriman : Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya… (QS 2 : 285) Al-Baihaqi mengatakan di dalam Syu’abul Iman (Cabang-cabang keimanan), ”Beriman kepada malaikat mengandung beberapa makna. Pertama, membenarkan keberadaannya. Kedua, menetapkan bahwa mereka adalah hamba-hamba Allah dan makhluk-makhluk-Nya. Seperti halnya manusia dan jin, mereka diperintah dan dibebani tanggung jawab. Mereka tidak berdaya kecuali atas ketetapan Allah atas mereka. Kematian mungkin untuk mereka, hanya saja Allah Ta’ala menetapkan masa yang jauh bagi mereka, dan tidak dimatikan sebelum ke masa itu. Mereka pun tidak disifati sifat kesyirikan kepada Allah Yang Mahamulia, dan mereka tidak disebut Tuhan, seperti yang disebutkan orang-orang terdahulu. Ketiga, mengakui bahwa mereka merupakan utusan Allah yang diutus-Nya kepada man...

Arsitektur Senja Jelaga

Cerpen Arsitektur Senja Jelaga Bermain pasir di pantai, wajah mama timbul perlahan. Perlahan dan terus saja hingga akhirnya makin jelas. “Kapan aku akan kembali jatuh ke pelukannya yang makin sempit? Sekedar untuk melepas rasa yang diberi nama rindu, dan mencium bau khas ketiaknya.” Kalimat itu begitu tegas terbesit dalam benak. Senja yang berkilat-kilat menambah kerinduan makin keras. ”Duh sepertinya langit tak bersahabat, seolah tahu rasa yang mengingatkan mama.” Kataku lagi sambil terus meninggalkan jejak yang makin memuncak. Ombak biru bergulung-gulung seperti baru saja menemukan rasa asinnya yang hilang berwindu-windu. Pun pohon kelapa yang ikut menarikan tarian khas dari pulau Hawai, seraya menyambut rasa asin yang tak lagi menghambarkan lautan. Setiap senja, pantai itu selalu memanggilku untuk terus bercanda, walau tak kunjung mengganti kerinduan pada mama. Tak heran bila orang-orang di sana, sangat mengenalku. Tak sering pula mereka memanggilku ”angin yang merdeka karena senja...