Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2012

METROPOLUTAN

Kami terkadang mesti berlari, membawa serta jingkatan yang diam-diam menyelinap di dalam sebuah pengasingan. Jiwa kami yang tak layak huni, berkali-kali gontai. Limbung datang dari tubuh yang mengusung kelap-kelip malam, menyulap dan memantrai kami. Dari ritus ini, tak ada yang namanya kesepian dan kesakralan. Semuanya melunak serempak. Menampar daging kami satu persatu. Kami yang bersuara di atas segala keinginan, telah ditembaki dengan sebatang pelor busuk yang dirampas dari jiwa kami, dari tubuh kami, dari segala ingin yang mengguncang. Kemudian tumbuh menjalar di bawah akar-akar rotan : sumber yang mencari kehidupan. Kelak, suatu hari di mana ruh-ruh mulai bangkit dari pundak kami, bongkahan mesiu melesat dari jantung yang hampir jatuh dari rusuknya, akan kami kejar KAU : tahanan yang semestinya tak pernah kami lukai dengan janji-janji. Sekayu, 2012

MARI

:buya Mari Aku menunjukkan jalan pulang bagimu Jalan yang kerap kita bungkus rapat tiap malam Menghalau angin ribut di dalam ketabahannya sebelum udara- Kemudian meledakkan meriam-meriam kedinginan Pada sakunya, Mari Aku mencarikan pakaian bagimu Lubang-lubang kancing yang terpasang kencang Mengerat dadamu yang berkali-kali demam. (mari) Aku menuliskan catatan-catatan Dan beberapa pertanyaan Ini ingatan yang kadang diam Berkali-kali menolakkan tubuhku Berikut tubuhmu Lalu meriang  Dan berhadap-hadapan Berpukul-pukulan, Mari Aku mesti pulang cara mana pun- cara yang pernah mengantarmu Sampai pada kematian (mari) Lain kali bukan semata keputusan Dari caranya mengantarmu lihat dulu arah di seberang; la la la la di tiap mulut gua yang bermuara. Lain kali bukan pula mari ini Mari yang sebentar lagi sampai Dan mesti pulang Palembang, 2012